Jumat, 11 Juli 2008

you are my happiness


Senang sekali rasanya jika kita bisa saling berbagi dengan sesama ‘teman perjuangan’ pada bidang yang sama dan bagiku seorang teman merupakan anugerah dari Tuhan yang dianugerahkan kepadaku, maka aq harus bisa beradaptasi dengan mereka walupun banyak sekali perbedaan yang sulit untuk dimengerti
Kita sebagai Manusia makhluk sosial yang  selalu membutuhkan orang lain dalam mengisi hidup dan  yang tidak mampu hidup sendiri dan  senantiasa membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidup kita. Saya kira takkan ada manusiapun yang mampu memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya sendiri mulai dari makan, pakaian, dll. Kebersamaan kita bersama saudara, keluarga dan kerabat dapat menjadikan hidup kita lebih berarti. Itulah indahnya sebuah kebersamaan.

Karena kebersamaanlah yang membuat segala kesulitan serta kekurang nyamanan (kalau tidak bisa disebut tidak betah:) dengan adanya canda kehidupan yang lain diantara sobat-sobat,kita bisa sedikit terhibur oleh kehadiran teman-teman yang senantiasa menemani. Segala keadaan kita tanggung bersama, keterbatasan pun kita carikan solusinya. Ketidakhadiran keluarga dan orang terdekat masih bisa tergantikan oleh rekan—rekan yang membantu mengisi hari-hari yang cukup penat oleh pekerjaan dan kesendirian. Karena kehadiran rekan dan saudara kira mempunyai pengganti keluarga yang nun jauh di negeri sana. Canda tawa kita bagi bersama-sama untuk sebagai hiburan dalam hati yang kadang memuncak kerinduan untuk berkumpul bersama keluarga tercinta. Konflik menjadi bumbu penyedap bagi sebuah hidangan senyum dan tawa dalam sebuah harmoni keluarga. Rasa senasib dan sepenanggungan membuat kita tidak egois dalam berpikir dan bersikap. Dan semuanya menjadi sebuah pelajaran kehidupan agar mampu lebih dewasa dalam menjalani hidup. Perasaan bahwa masih ada saudara kita di sini, menjadi kunci bagi kita agar tetap survive dalam segala cuaca kehidupan. Tenggang rasa, empati, belajar untuk lebih mengenal dan memahami saudara kita benar2 teruji di sini. Mengelola emosi agar tidak mudah terpancing oleh kelakuan saudara kita harus dijalani. Bagaimana memperluas hati kita terhadap segala kelakukan saudara kita mutlak dilakukan. Dan kita pun harus belajar bagaimana menempatkan diri dan bersikap terhadap orang lain. Mengingat kelakukan yang sama bisa berbeda penafsiran untuk orang yang berbeda. Bahkan kelakuan yang sama untuk orang yang sama pun bisa dipahami berbeda bila sikonnya berbeda pula. Dengan interaksi yang hamper selama 24 jam kita bisa lebih mengenal bagaiman sih si A itu, apa sih kesukaan si B, dsb. Dengan keadaan yang ada kita belajar untuk tidak egois, hanya memikirkan diri sendiri, tapi juga belajar apa akibat tindakan kita terhadap orang lain. Bukanlah suatu masalah yang cukup besar bila tindak tanduk kita (emang manusia punya tanduk?:) hanya berefek pada diri kita probadi, namun kalau kesalahan seorang berakibat pada terugikannya saudara kita yang lain bagaimana dong?

Tidak ada komentar: